Rahasia Dibalik Kecantikan Dan Ketampanan Artis Korea
Ketika pertama kali berkunjung Korea di
2003, saya hanya heran mengapa banyak wanita yang menggunakan hak tinggi
kemana pun mereka pergi. Ini termasuk saat datang ke konser rock di
ruangan terbuka di mana hujan badai menyertai sepanjang konser. Dalam
hati saya berpikir mungkin inilah yang namanya perbedaan budaya.
Namun terus terang beberapa tetap
terlihat janggal buat saya. Saya heran melihat para pria membawa tas
besar yang dikempit di tangan dan menggunakan dasi atau celana berwarna
pink atau warna pastel lainnya. Atau ketika melihat para pria cuek
bersolek di kaca telepon genggamnya atau melihat jejeran klinik
kecantikan di Apkujong dan mendapati beberapa wanita keluar dari klinik
menggunakan masker dan kaca mata hitam. Bahkan Korea Tourism Board di
dalam buku tentang Korea menawarkan paket tur medis,
yang berarti peserta akan berkeliling dari satu klinik ke klinik lain
melihat kecanggihan teknologi perbaikan estetika tubuh ini.
Salah satu teman saya dari Malaysia
sempat ikut tur ini dan mengatakan kalau di akhir tur, kita juga akan
merasakan salah satu servis kecantikan itu berupa pemutihan gigi atau
pijat/facial wajah. Bintang-bintang Hollywood juga dikenal akan
kecanggihan permak tubuh dan wajah mereka, tapi rasanya tidak sampai
taraf dipublikasikan.
Kejanggalan seperti ini membuat saya
bertanya-tanya mengapa dan apa penyebabnya. Lucunya, banyak teman yang
berkomentar sama. Apalagi, obsesi untuk menjadi cantik itu semakin
terekam dalam film (salah satunya yang paling populer adalah “200 Pounds of Beauty”), drama, ataupun berbagai acara variety.
Keinginan untuk tampil sempurna memang
tidak bisa dipungkiri adalah hasrat semua orang, tetapi mungkin tidak
ada yang “seambisius” Korea, terutama para seleb Kpop yang sering saya
lihat di internet atau televisi.
Pertama, definisi kecantikan penduduk
Korea memang tinggi. Terpengaruh oleh budaya barat, definisi kegantengan
atau kecantikan sempurna dilihat dari tinggi tubuh semampai, hidung
mancung, kulit putih, dan mata besar. Rasa minder saat bersosialiasi
membuat warga Korea mencari cara dan jalan keluar cepat demi memperbaiki
kekurangan. Mereka percaya kalau kesan pertama sangat penting dalam
mencari pekerjaan atau dalam menghadiri acara-acara tertentu seperti
pesta pernikahan.
Selain itu, warga Korea memiliki sifat
kompetitif yang tinggi. Ini bisa dilihat dari sistem pendidikan mereka
yang penuh tuntutan. Sifat kompetitif yang tinggi inilah yang menambah
warganya rela untuk melakukan apapun untuk bisa mendapat kecantikan atau
kegantengan sempurna tersebut. Bahkan, sampai melakukan
prosedur-prosedur ekstrim. Menurut situs Medscape, warga Korea Selatan
termasuk ratio warga dunia yang paling tinggi untuk urusan operasi kosmetik.
Dari sinilah, mungkin banyak klinik dan
iklan operasi plastik ditemukan di berbagai sudut Seoul. Yang paling
ekstrim adalah operasi plastik yang diberikan kepada anak sebagai hadiah
kelulusan oleh orang tua. Di acara Happy Together, ada beberapa seleb
Kpop yang mengaku menerima kado kelulusan seperti ini.
Jika banyak anggota grup perempuan masih
sangat menjaga citranya di layar televisi atau depan publik dengan
menunjukkan keengganannya tampil tanpa makeup, banyak seleb Korea yang
mulai terbuka mengenai hasil permak wajahnya.
Sebut saja Ko Hara dari Kara – lewat
acara variety Strong Heart – mengaku memermak “sedikit” kelopak matanya
dan menajamkan bagian atas hidungnya. Lee Joon dari MBLAQ mengaku
setelah mendapat luka bakar dalam kecelakaan saat syuting “Ninja
Assasin”, ia pun sekalian mengoperasi hidungnya untuk terlihat lebih
mancung. Atau Dongwan dari Shinhwa yang mendapat hadiah perbaikan
hidungnya yang bengkok dari bos perusahaannya sebelum debut.
Sama seperti film dan musik Kpop yang
sangat “menularkan” yang membuat saya jadi penikmat budaya pop negeri
ginseng, obsesi kecantikan Korea tidak bisa dipungkiri mulai menular
juga. Mudah-mudahan, tidak sampai ke hal yang ekstrem.
Comments
Post a Comment